๐๐๐ฆ๐ข ๐๐ฅ๐๐ฌ๐๐ง ๐๐๐ฌ๐๐ก๐๐ญ๐๐ง ๐๐ฉ๐ข๐ฌ๐จ๐๐ ๐๐
Entah jam berapa malam itu, mungkin menjelang dini hari, aku terjaga tepat di saat mas Hadi akan keluar ruangan, mungkin untuk mencari hawa atau sekedar menikmati rokoknya yang memang sangat dilarang di kawasan Rumah sakit. “Kenapa Nuk? Kok bangun” tanyanya. “Kebelet pipis mas, AC nya dingin” jawabku lalu berjalan menuju ke kamar mandi. “Aku keluar dulu habis ini, mau cari kopi di warung depan” kata suamiku yang tidak seberapa kuindahkan. Setelah selesai aku mendapati suamiku sudah tidak di ruangan itu. Malah kulihat pak Rudi yang sudah terbangun dan duduk di tempat tadi suamiku bersandar. Terlihat lelaki itu sepertinya habis minum air mineral botolan.
“Kok bangun mas?” tanyaku. “Loh, barusan aku dibangunin mas Hadi, katanya kamu…” jawab lelaki itu. “Aku kenapa mas?” tanyaku penasaran karena dia tidak meneruskan kata-katanya. “Nggak papa kok” jawabnya. “Oh, ya udah, aku tidur dulu mas.. Ngantuk” jawabku, aku sebenarnya ngerti kalau dia akan mengajakku berhubungan badan lagi dan atau mungkin mas Hadi yang menyuruhnya, tapi aku tetap berpura-pura tidak tahu saja. Paling nggak biar lelaki itu yang ngajak duluan. Aku kemudian beranjak menuju ranjang tapi lelaki itu tiba-tiba memelukku dari belakang. “Bener kan” pikirku dalam hati.
“Lagi ya Nuk” bisiknya pelan yang membuatku tersenyum. Lelaki itu kemudian mencium leher kananku dan kedua tanggannya meremas-remas payudaraku mengawali permainan kedua malam itu, hanya aku dan pak Rudi saja. Sebenarnya juga tidak begitu lama, mungkin hanya di kisaran sepuluh menitan lah, tapi laki-laki itu berhasil membawaku mencapai puncak kenikmatan seksualku tepat ketika dia juga meraih klimaksnya.
Beberapa saat lelaki itu masih terkulai di atas tubuhku berusaha mengatur nafasnya yang agak tersengal, penisnya masih tenggelam dalam dekapan liang kewanitaanku yang banjir oleh air maninya yang tercampur cairan alami vaginaku, menikmati sisa-sisa kenikmatan yang kami berdua baru saja rasakan. Perlahan lelaki itu mengangkat kepalanya yang sejak tadi terbenam di sebelah kiri leherku. Ia lalu mengecup kening dan kedua pipiku. “Makasih ya” katanya. Mataku terpejam dan hanya menjawabnya dengan seyuman kecil di bibirku. Ia lalu menarik dirinya dan beranjak ke kamar mandi meninggalkanku terbaring sendiri di atas ranjang yang sebenarnya dikhususkan untuk penjaga atau orang yang menemani pasien. Aku rasakan sperma yang tadi disemprotkan pak Rudi di dalam vaginaku mulai meleleh keluar.
Sesaat kemudian hatiku mulai bergejolak ketika aku tersadar apa yang barusan aku dan pak Rudi lakukan. Aku benar-benar merasakan pak Rudi melakukannya dengan sepenuh hati dan anehnya atau mungkin di luar batas kendaliku, aku juga sepertinya demikian. Tidak sama ketika berhubungan intim dengan pak Kandar, Made atau yang lainnya yang hanya sekedar berhubungan badan yang hanya untuk mencari kepuasan seksual saja. Ini memang benar-benar apa yang dinamakan bercinta, yang notabene hanya pernah kulakukan dengan mas Hendra, mantan suamiku dulu dan Mas Hadi yang sampai sekarang menjadi pendamping hidupku dan anak-anakku.
“No.. no.. no.. this can’t be happens” gumamku dalam hati. Kudengar suara pintu kamar mandi yang terbuka menandakan pak Rudi sudah selesai membersihkan diri dan bakal segera keluar dari dalamnya. Aku tetap memejamkan mataku agar dikiranya tertidur. Tanpa membuka kedua mataku aku bisa merasakan kalau lelaki itu mendekat ke arah tempatku terbaring. Ia perlahan membetulkan posisi payudara kananku yang mencuat keluar dari lingerie tipis yang kupakai, perlahan sekali mungkin karena dia nggak mau membangunkanku. Ia lalu menutup tubuhku dengan selimut lorek biru putih khas rumah sakit.
Di momen itu lah aku kemudian berpura-pura terkejut dan terbangun. “Eh, maaf Nuk…” katanya pelan mungkin dia mengira tindakannya tadi telah membuatku terjaga. “Bentar mas” gumamku, aku lalu beranjak ke kamar mandi sambil membawa semua pakaianku. Setelah bebersih dan memakai pakaianku aku segera keluar. Lelaki itu rupanya berusaha membersihkan sprei tempat tidur yang akan kupakai dengan tisu basah lalu melapisinya dengan selimut. “Tidur dulu ya mas” kataku kemudian naik di tempat tidur lalu memejamkan mataku. Ia terlihat hanya mengangguk menjawabnya lalu kembali duduk di kursi dekat ranjang pasien.
Mataku memang sudah terpejam tapi aku tetap tidak bisa terlelap. Batinku masih bergemuruh. Aku merasa sangat bersalah pada suamiku. Hal yang tidak pernah kurasakan ketika selesai berhubungan badan dengan orang lain meskipun pada kondisi aku dapat mencapai puncak kenikmatan atau orgasmeku.
Sampai saat mas Hadi datang dan ngobrol dengan pak Rudi, aku masih belum tertidur juga. Masih terngiang di telingaku ketika beberapa kali kata “sayang” terlepas dari mulut pak Rudi. Bahkan dia juga meneriakkannya ketika mencapai klimaksnya. Masih teringat juga ketika bibir kami saling berpagutan. Hal yang sangat jarang sekali kulakukan ketika berhubungan badan dengan yang lain, aku bahkan mengingatnya kalau aku yang memulainya ketika di posisi WOT. Cara lelaki itu menjilat dan menciumku juga terasa lain, bukan hanya terbalut nafsu saja tapi terasa begitu gentle sekali.
Ketika waktu subuh menjelang aku langsung bersiap untuk segera pulang menyiapkan segala sesuatu yang pastinya arak riweh di pagi hari ketika anak-anakku akan berangkat sekolah. Moga-moga nggak ada drama nggak mau bangun atau malas mandi, khususnya si Bayu anak keduaku. Kalau si Doni rupanya sudah mempuntai tanggung jawab sendiri. Tanpa disuruh pun dia sudah mempersiapkan diri, Cuma kadang-karang ya itu, suka kesiangan.
Sesaat setelah antar Bayu sekolah aku bisa terlelap. Baru sekitar jam 10 pagi, ketika suamiku pulang aku bangun. “Kamu kok ditelp ga angkat Nuk, Rudi dah pulang barusan” kata suamiku. “Iya mas, ketiduran lagi barusan” jawabku. “Loh nambah berapa kali kamu semalem sama Rudi? Kok sampe kecapekan” tanya suamiku. “Nggak mas.. sekali aja kok” jawabku. “Tadi itu sempet bingung pas mau bayar rumah skit Nuk. Via transfer masih eror, trus dompetnya Rudi yang isinya ATM masih di kamu kan?” kata suamiku. “Oh iya mas, ada di tas. Ninuk lupa tadi sebenarnya mau tak kembalikan waktu Ninuk mau pulang. Trus gimana tadi?” tanyaku balik. “Ya untungnya akhirnya bisa pake transfer. Eh kamu tau nggak berapa total biayanya?” tanya suamiku. Aku hanya menggeleng menjawabnya. Mas Hadi kemudian memberitahuku tentang biayanya yang fantastis. “Tapi Rudi kayaknya santai itu Nuk” kata suamiku. “Ya iya lah mas… duitnya banyak” jawabku santai.
Aku kemudian meminta suamiku untuk mengembalikan dompet lelaki itu. “Iya Nuk, tapi nanti ya pas mau jemput Bayu, sekalian keluar. Sekarang aku mau mandi dulu trus tidur, ngantuk juga, hampir semaleman nggak tidur” jawab suamiku. “Mau dikeluarin dulu ta mas?” kataku menawarinya untuk bercinta agar setelahnya dia bisa cepat tidur dan istirahat. Lelaki itu pun menyetujuinya.
Beberapa waktu berlalu, aku berusaha menjaga jarak dengan pak Rudi meski boleh dibilang tidak menghindarinya secara total. Lebih tepatnya mungkin menjaga perasaan saja. Bagaimanapun aku ga mau kejadian ini bakal terulang. Aku ingat sekali gimana aku jatuh hati ke mas Hadi yang notabene dulu masih menjadi ayah mertuaku yang kini sudah menjadi suamiku setelah aku bercerai dengan mas Hendra yang ternyata bukan anak kandung dari mas Hadi.
Awalnya suamiku tidak menaruh curiga dengan kelakuanku untuk menghindar dari pak Rudi. Dipikirnya ya biasa aja ketika aku masih memilih pak Kandar sebagai partner untuk memenuhi kebutuhan batin. Alasanku juga tempat saja yang tidak memungkinkan, masak harus ke hotel hanya untuk buang hajat. Pernah pak Rudi bilang mau datang ke rumah, tapi aku tidak menemuinya dengan alasan tertidur ketika ngeloni si Bayu tidur. Pernah juga sih ditanyakan sama suami kenapa kok sepertinya nggak mau nemui pak Rudi tapi aku tetap hanya beralasan seadanya, masih belum menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Barulah ketika setelah kedua kalinya pak Rudi datang, dan aku tetap dengan pendirianku, suamiku akhirnya menanyakan apa yang terjadi.
Malam itu aku keluar ketika pak Rudi akan pamit pulang sekitar jam 10 malam. Setelah menutup pagar, suamiku minta aku duduk dulu di kursi teras tempat mereka ngobrol beberapa saat yang lalu. “Duduk dulu Nuk” kata suamiku yang segera kuturuti. Lelaki itupun kemudian duduk juga di depanku.
“Kamu sebenarnya kenapa sama pak Rudi?” tanyanya. “Kenapa mas?” tanyaku balik. “Udah bilang aja, kesannya kamu kok kayak ga mau nemui orang itu” lanjutnya. “Loh kan tadi Ninuk keluar mas, buatin kopi, trus ke kantor sebelah sebentar, waktu kesini pak Rudi sudah mau pulang” jelasku masih belum mau mengatakan yang sebenarnya. Suamiku hanya diam beberapa saat. Ia tampak menghisap kreteknya dalam-dalam.
Merasa tersudut, aku akhirnya menceritakannya semua yang aku rasakan ketika terakhir kali aku berhubungan badan dengan pak Rudi. “Ninuk takut mas.. Ninuk takut kalo pak Rudi benar-benar punya perasaan itu. Entah sih, mungkin aja aku GR tapi memang bener-bener lain, bahkan nggak sama waktu pas sebelumnya waktu ada mas” jelasku. “Oalah gitu tah..” jawab suamiku singkat sambil kembali menghisap rokoknya. “Makanya kok kamu tetep sama Kandar, ga sama Rudi lagi” lanjutnya agak panjang. “Iya mas” jawabku singkat.
Beberapa saat kami terdiam, suamiku tampak berpikir. Terlihat dari kerut kening yang terbentuk di wajahnya. “Kayaknya bener deh Nuk.. kalo dilihat gimana Rudi lihat kamu” gumam suamiku yang gantian membuatku berpikir. “Kok bisa mas?” tanyaku penasaran. “Iya juga sih Nuk, keliatan kok, dari cara dia liat kamu aja keliatan” jawab suamiku dengan santai. “Ya kan gapapa kalo dia memang ada hati sama kamu Nuk..” lanjut suamiku. “Iya juga sih.. mungkin aku aja yang baper, atau malah… hmmm… nggak ah… nggak” gumamku dalam hati. Dan memang aku hanya baper aja kali. Ya karena gimana dia melakukannya padaku. Pembicaraan itu tetap berlangsung sampai sekitar jam dua belas malam sebelum akhirnya dia mengajakku untuk tidur. Intinya aku juga agak lega ketika ternyata suamiku juga tahu dan bisa memahami pak Rudi.
Hampir sebulan menjelang dan aku masih tetap seperti itu maksudnya masih belum melakukannya lagi setelah yang terakhir di ruang VIP rumah sakit itu, hanya saja aku sebenarnya penasaran tentang perasaan pak Rudi yang sebenarnya. Ya mungkin kan gara-gara seks itu sepertinya ada hati, tapi ya sekedar itu saja. Suamiku tertawa ketika aku mengatakannya, bahkan ketika ingin mencoba atau membuktikan perhatian lelaki itu.
“besok jumat aja Nuk, kan kamu katanya mau ke Malang, coba berangkat malem nya, jangan nunggu sabtu. Reaksi dia gimana” ide mas Hadi. “Loh, anak-anak kan masih sekolah mas, hari sabtunya” jawabku. “Ya kan ijin sehari juga ga papa” jawab suamiku santai. “Berangkat jam 9 atau jam sepuluh gitu, bilang ke Rudi” lanjutnya. “Trus, kalo ga ada respon??” tanyaku. “Ya ga jadi, berangkat sabtunya aja, hehe atau nanti diantar aku sama Herman” jawab lelaki itu.
Jum’at sore, anak-anak senang sekali ketika aku memberitahu mereka kalau ke Malangnya malam nanti dan mereka ijin sekolah hari sabtunya. “Persiapan OTW Malang, setir sendiri” begitu status WA yang hanya kutujukan ke pak Rudi sekitar jam setengah sembilan malam. Setahuku lelaki itu mesti melihat status WA ku, jam berapa pun. Tak ayal, sekitar sepuluh menit kemudian lelaki itu meneleponku dan memberitahuku resiko kalau berangkat malam sendirian.
“Gimana Nuk?” tanya suamiku. Aku pun menjawab apa adanya, kalau lelaki itu belum menawariku untuk mengantarnya atau hanya menawarinya. Sesaat kemudian ternyata dia menelepon suamiku, bilang kalau mau mengantarkanku malam itu. Setelah mendapat ijin, dia langsung menghubungiku. “Kamu sama anak-anak tak anter aja ke Malang, aku sudah bilang mas Hadi” begitu bunyi text WA nya yang langsung membuatku tersenyum. Sekitar jam setengah sepuluh dia menjemput kami dan langsung berangkat.
Perjalanan yang biasa saja sih, tidak ada yang bisa diceritakan selain sekitar tengah malam kami pun sampai di rumah orang tuaku. Hanya saja yang membuatku kepikiran, ternyata lelaki itu langsung balik pulang soalnya besok pagi ada kegiatan rapat dengan pemilik kios pupuk yang ada di jalur distribusinya. “hati-hati ya mas… nanti kalau sudah sampai rumah aku dikabari ya” kataku melepas kepergiannya. Sekitar jam 2 pagi dia pun WA memberitahu kalau sudah sampai. Terlihat di Highlight WA ku tapi sengaja tidak kubuka karena agar dia tidak tahu kalau aku sebenarnya belum tidur menunggu kabar darinya. Baru pagi harinya aku membalasnya.
Itu adalah salah satu dari beberapa hal yang kulakukan ke pak Rudi dan perlu diingat kalau there’s no sex at all. Terakhir masih kejadian di rumah sakit itu. Dan waktu pun berjalan terus hingga beberapa minggu kemudian. Di suatu malam, suamiku memintaku untuk tidak tidur dulu. Ada yang perlu dibicarakan, katanya.
Sekitar jam setengah sembilan si Bayu sudah masuk di alam mimpinya sehingga sesaat kemudian aku beranjak keluar kamar. Ternyata suamiku sedang duduk sendiri di teras menikmati kopi dan rokoknya. Kusempatkan sebentar melihat kegiatan di tempat usaha online ku baru setelah itu aku menemui suamiku. Ingin ku menawarkan kopi tapi ternyata sudah ada di meja teras, tinggal setengah. Mungkin Inah tadi yang membuatkannya.
“Bayu dah tidur Nuk?” tanya lelaki itu menyambutku. Beberapa saat pembicaraan kami hanya di sekitaran anak-anak dan usaha bisnis yang kujalankan hingga kemudian beberapa detik lelaki itu terdiam. Aku masih menunggu apa yang akan diucapkannya. “Tadi Rudi ke sawah Nuk..” katanya memulai topik lain pembicaraan kami. Lelaki itu tampak terdiam yang membuatku penasaran apa yang mereka bicarakan tadi siang. “Trus mas?” tanyaku.
Suamiku tampak menghisap rokoknya dalam-dalam seperti ingin melepas keraguannya untuk berbicara. “Kita ngobrol banyak Nuk, Cuma intinya dia ingin punya keturunan sama kamu” kata suamiku yang membuatku sangat terkejut. “Hah?! Maksudnya mas?” tanyaku mencoba meyakinkan kalau itu benar-benar yang diucapkan suamiku. Mas Hadi kemudian menceritakannya semua, dari awal pembicaraan hingga akhirnya terucap keinginannya itu sampai dengan janjinya untuk ikut membiayai semuanya dan jaminan kalau dia ingkar atau gimana untuk ikut membesarkan anaknya nanti. Jaminan yang nominalnya sangat fantastis.
“Ya nggak semudah itu lah mas” jawabku setelah sejenak berpikir. Apa jadinya nanti dan gimana nanti akan menjalaninya. Aku mempunyai anak dari orang yang bukan suami sahku, membesarkannya. Meskipun ada yang berjanji untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. “Ya udah Nuk, kalo kamu ga mau” kata mas Hadi mengakhiri pembicaraan malam itu.
ููุณุช ููุงู ุชุนูููุงุช for "๐๐๐ฆ๐ข ๐๐ฅ๐๐ฌ๐๐ง ๐๐๐ฌ๐๐ก๐๐ญ๐๐ง ๐๐ฉ๐ข๐ฌ๐จ๐๐ ๐๐"
ุฅุฑุณุงู ุชุนููู