𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟐𝟖
Di perjalanan pulang pikiranku berkecamuk. Kok bisa hal yang barusan terjadi, rasa penyesalan mulai merasuk dalam benakku. Entahlah, mungkin kalau yang namanya pak Rudi tadi bisa memberiku kepuasan, mungkin penyesalan itu takkan muncul hehe. Tapi paling tidak masalah pupuk yang dialami suamiku di kegiatan pertaniannya sudah teratasi.
Keesokan harinya, setelah mengantar Bayu, aku dan suami langsung ke agen untuk meminta pupuk agar langsung diantar. Memang terlalu pagi kala itu, para pekerja masih belum datang. Akhirnya aku dan suamiku duduk berdua di tempat biasa. “Aku nggak nyangka Nuk, proses nya pupuk bisa secepat itu.
Bahkan kamu tadi lihat agen nya juga agak terkejut kalau jatah kita sudah datang. Biasanya butuh dua bulanan katanya” kata suamiku yang membuatku tersenyum dalam hati. Kalo ga gara-gara kemarin, ga bakalan jadi begini. Pikirku.
Sekitar jam setengah delapan, para perkerja suamiku pun pun berdatangan, diawali Wanto dan kemudian pak kandar, lalu tiga orang lainnya yang tidak kukenal. Rata-rata orang sekitar situ juga sih katanya. “Mas…” kataku yang langsung membuat lelaki yang duduk di sebelahku menoleh. “Nggak… nggak jadi” sahutku mengurungkan niatku. Apa sih Nuk” tanya suamiku penasaran. Tak lama kemudian sebuah Tossa datang membawa tumbukan beberapa karung berwarna putih yang kupastikan itu adalah pupuk yang kita tunggu. Suamiku lalu menghampirinya dan kemudian sudah beraktivitas dengan para kekerja lainnya.
Kulihat ada beberapa pesan WA yang masuk. Ada yang dari pak Rudi, distributor kemarin. Text nya sangat mengganggu dan sepertinya ingin untuk kejadian kemarin berulang. Pertama-tama aku tanggapi tapi kemudian agak risih juga, sampai-sampai dia berusaha meneleponku yang pastinya tidak kuindahkan. Sampai baru setelah aku kirimkan fotonya yang lagi telanjang bulat dengan ancaman akan kusebar apabila tetap menggangguku, ia meminta maaf dan menghentikan aksinya. Setelah itu aku pun memblock nomornya. Malas juga berinteraksi dengannya.
Hal tersebut sangat berpengaruh pada mood ku, padahal aku sudah merencanakan sesuatu dengan pak Kandar saat itu. Pikirku aku bisa main di depan suamiku dengan pak Kandar. Biar lah besok saja, pikirku. Kalo nanti malam aku tidak disentuh lagi oleh suamiku, besok aku bakal pasti melakukannya, tapi ga tau lah apa kata besok. Yang jelas, aku sudah mengetahui kalo suamiku bakal tambah nafsu ketika aku disentuh orang lain. Tinggal eksekusi prakteknya saja yang belum. Kenapa kok pak Kandar, ya pertimbangannya kalo si Faris umpama, suamiku bakal tahu kalo memang sebelumnya aku ada main dengannya.
Ketidak beruntungan ternyata juga berlanjut sampai keesokan harinya ketika aku diingatkan untuk mengambil raport sisipan dari kedua anakku yang membuatku tidak bisa ikut suamiku ke lahan dan memuluskan rencanaku. Semesta sepertinya tidak berpihak kepadaku.
Kupacu mobilku agak kencang ketika setelah selesai mengambil raport di tempat sekolah Bayu untuk menuju ke sekolah tempat Doni belajar. Dan memang jam undangan yang hanya selisih 1 jam saja tidak mampu memberiku kesempatan untuk hadir tepat waktu. Apalagi tadi di sekolahnya Bayu juga agak molor.
Dan benar saja ketika aku melangkah ke kelasnya di Doni, ruangan itu sudah penuh sesak oleh para wali murid. Tradisinya, memang kalo yang ibu-ibu biasanya duduknya di depan, yang bapak-bapak, meskipun minoritas yang hadir, ada di belakang. “Silahkan bu” kata bu Gurunya Doni mempersilahkan aku masuk. “Itu bu, di belakang kosong 1” lanjutnya ketika aku terlihat kebingungan mencari tempat duduk yang kosong.
Untungnya ternyata yang kosong kursi di sebelah lelaki yang seperti kukenal, dengan wajah seperti ke arab-arab an, dan ternyata benar, itu pak Bambang, ayahnya Irfan yang dulu pernah ke rumahku bersama istrinya.
“Lho mana bu Bambang pak? Biasanya bu Bambang yang ambil raportnya Irfan” tanyaku membuka omongan ke lelaki yang ada di sebelahku. “Oh, istri saya lagi ikut wisata sama ibu-ibu perumahan, rombongan ke Jogja, baru tadi pagi berangkat” kata pak Bambang ramah. “Waduh, jadi bujangan lagi nih pak” tanyaku sambil bergurau yang dibalasnya dengan senyuman.
Terlihat ia masih mengenakan seragam salah satu perusahaan rokok terbesar di negeri ini. “Wah, boleh juga nih pak Bambang, hehe” pikirku. Tapi ya ga mungkin lah. Gimana juga aku tiba-tiba ngajak gitu, ya nggak lucu lah. Apalagi, aku juga kenal dengan istrinya. Meskipun bisa dipastikan dia bakal mau. “Oalah Nuk, Ninuk… horni ya horni, tapi ya masak semua mau diembat” gumamku dalam hati.
“Bu, bener ini kah nomornya?” tiba tiba lelaki itu menyodorkan HP nya yang ada kontak namaku disana. “Oh iya pak benar. Kenapa pak?” jawabku agak terkejut juga, rupanya dia menyimpan nomorku. Entah dari mana, mungkin dari istrinya, secara kan mereka pernah ke rumahku.
Tiba-tiba pula HP ku bergetar. “Ini saya bu, Bambang” pesan dari nomor yang tidak ada di kontakku, bisa kupastikan kalau itu dari lelaki di sebelahku. “Oh, pak Bambang yang duda itu ya?” balasku lengkap dengan ikon tertawanya. “Iya bu, duda hanya 3 hari, hehehe” jawabnya. Akhirnya kita pun hanyut dalam chatting wa sendiri, tanpa memperdulikan wali kelas Doni yang sedang ada di depan memberi pengarahan tentang parenting dan sepertinya juga peringatan tentang bahaya narkoba. Tapi aku tidak begitu jelas mendengarkannya.
“Doni Indra Wijaya”.. tiba-tiba nama anakku dipanggil yang sampai membuatku terkejut dan langsung maju ke depan untuk mengambil raport nya dan langsung menuju mobilku untuk segera pulang. Pikirku langsung bisa lanjut chatting dengan lelaki itu setelah sampai di rumah. Sesampainya di gubug ku, kulihat ada tiga pesan yang dihapus oleh pak Bambang di chat nya. Aku pun menanyakan kenapa kok pesannya dihapus, aku belum baca karena barusan lagi nyetir, bahaya kalo lagi nyetir sambil pegang gadget.
Pesanku pun tidak dibalas lelaki itu. Hanya dibacanya. Sial nih orang, padahal andai dia tahu, tinggal 1 klik aja, bakal kejadian deh, hehe. Hanya saja kupikir dia juga pastinya sudah balik kantor waktu itu dan mungkin saj sudah sibuk dengan kerjaannya.
Setengah jam berlalu dari pukul sepuluh tepat ketika aku sampai di rumah, masih belum ada balasan dari pak Bambang yang membuatku semakin penasaran. Akhirnya aku pun chat dia lagi, menanyakan sibuk atau nggak. “Nggak bu, pak Hadi?” jawabnya singkat padat dan jelas. Oh rupanya dia mengira di rumah aku sedang dengan suamiku dan mungkin nggak enak kalo chat-chat an denganku. “Misua lagi di sawah pak, nanti sore baru pulang” jawabku. “Oh tau gitu tak ajak jalan-jalan tadi bu, haha” wa nya yang mulai menjurus ke sesuatu. “Jangan jalan lah pak… capek” jawabku. Lalu hingga satu jam kemudian kami pun tetap saling balas di chat whatsapp.
***
Aku yang sedang duduk sendiri di ruang tamu sambil chatting an dengan pak Bambang tiba-tiba dikejutkan dengan suara pagar yang dibuka. Kulihat dari balik jendela ternyata pak Bambang yang datang. Gila, bakal kejadian nih!! Pikirku. Tak lama, pintu utama pun terdengar diketuk. Aku putuskan langsung membukanya tanpa harus ganti baju dulu atau menambah penutup tubuhku. Kala itu aku hanya memakai tanktop tunik warna krem yang tadi kugunakan sebagai daleman.
“Eh, pak Bambang.. kejutan” kataku pura-pura terkejut melihat lelaki itu ketika aku membuka pintu. “Ayo masuk pak” ajakku. Dia pun tersenyum. “Nggak bu, hanya mau kasihkan ini aja, buat cemilan” katanya lalu memberikan sekotak donat J.c* padaku. Setelah itu ia pun segera pamit pulang. Aku pun segera mengambil androidku yang kutaruh di meja ruang tamu.
11.41 Aku : “Lho, kok langsung pulang. Katanya tadi mau ajak jalan”
11.45 Pak Bambang : “hehe emangnya mau? Tadi kayaknya mager“
11.46 Aku : “Ya mau lah pak. Trus ini sapa yang mau makan donat segini banyak?”
11.48 Pak Bambang : “Kan bisa buat anak-anak bu”
11.49 Aku : “Eh kirain buat aku aja, tiwas GR”
11.50 Aku : “Kenapa tadi ga masuk dulu?”
11.53 Pak Bambang : “ takut bu”
11.54 Aku : “Lah kok Takut? Takut apa?”
11.59 Pak Bambang : “Ya takut terjadi hal-hal yang diinginkan bu, hehe”
12.01 Aku : “wkwkwk” namanya takut tuh, ke hal-hal yang tidak diinginkan pak”
12.01 Aku : “Bukan ke hal2 yang diinginkan, wkwkwkwkwk”
12.02 Aku : “Nah itu bu.. hehehe”
Di poin ini jelas kalau lelaki itu sudah mengetuk pintu, keputusan ada di aku saja yang klik jadi membuka atau tidak. Sejenak aku berpikir tapi yang ada akal sehatku semuanya tertutup balutan birahi yang belum tersalurkan beberapa hari ini. Gairah yang entah sengaja atau tidak, dibiarkan begitu saja menumpuk di dalam tubuhku oleh suamiku. Bahkan kemarin pun ketika dengan pak Rudi, tidak bisa menyembuhkan tumpukan itu.
12.15 Aku : “ayo kl mau jalan tapi jangan jemput di rumah. Di mall selatan alun2”
12.15 Aku : “Setengah jam dari sekarang”
12.16 Pak Bambang : “Ok”
Keputusan sudah aku buat. Aku lalu segera memakai baju yang kukenakan tadi ketika ambil raport anak-anakku. “Inah, kamu nanti jemput Bayu ya” perintahku kepada pembantuku ketika akan berangkat. Setengah jam kemudian mobilku sudah terparkir di salah satu mall pertama di kotaku, setekah itu aku pun masuk, tidak untuk belanja, hanya mencari jalan tembusan ke samping bangunan di mana mobil pak Bambang seharusnya menungguku.
Dengan memakai kacamata hitam dan masker kesehatan aku berjalan keluar menuju jalan yang kalau di malam hari ramai dengan para pedagang makanan. Terlihat mobil SUV putih milik pak Bambang bergerak menuju ke arahku. Sesaat kemudian aku pun sudah berada di dalam mobil lelaki itu.
“Kemana ini pak?” tanyaku ketika lelaki itu mulai melajukan mobilnya. “Terserah bu Hadi aja” jawab lelaki itu. “Eh jangan panggil gitu dong… panggil Ninuk aja” kataku. Agak risih juga di telinga ketika mendengar nama suami ketika jalan dengan laki orang. Hampir setengah jam kita berkeliling dari tiap sudut kota sambil ngobrol ngalor-ngidul.
“Kerumah aja ya bu? Eh, Nuk eh” tanya lelaki itu masih agak canggung memanggil namaku. “Emang ga ada orang mas? Irfan?” tanyaku. “Oh biasanya dia ke rumah neneknya di deket sekolahannya sana, baru nanti sore dia balik pulang. “jawab lelaki itu. “Pastiin dulu mas” kataku. Ga lucu juga nanti pas aku dirumah lelaki itu, tiba-tiba anaknya yang juga teman anakku datang. Lelaki itu kemudian menyerahkan hpnya padaku seakan menyuruhku untuk membacanya sendiri. Irfan bilang kalo mau ke rumah temannya baru ke uti, sore nanti pulang.
Akhirnya mobil lelaki itu diarahkan menuju rumahnya yang sebenarnya juga tidak jauh dari rumahku, paling ya kalo naik mobil atau motor sekitar 15 menitan. “Nanti turunnya kalo sudah di dalam garasi ya. Trus langsung masuk, saya kunci pagar dulu” kata pak Bambang kemudian turun dari mobil dan membuka pagar serta rolling door garasinya.
Aku kemudian masuk ke dalam rumah itu ketika pak Bambang selesai menutup rolling door garasinya. Rumah itu biasa saja sih, 11 12 sama rumahku. Tak sampai lima menit lelaki itu pun masuk melalui pintu utama. Tanpa banyak bicara dan memang seharusnya tak perlu banyak bicara ataupun sekedar ajakan. Ketika aku mau diajak lelaki itu kerumahnya atau ke tempat berdua seperti hotel atau apa, tidak perlu ditanya apa yang diinginkan sudah. Apalagi yang dicari buat laki-laki beristri dan perempuan bersuami selain seks. Kemudian lelaki itupun langsung mendekatiku. Aku pun segera bersiap menerima apa yang akan dilakukan lelaki itu yang ternyata langsung mencium bibirku. Aku yang sudah lumayan lama memendam nafsu birahi itu juga langsung meladeni permainan bibirnya. Lidah kami berpagutan satu sama lain. Hampir lima menit dia menciumku hingga akhirnya dia melepaskan bibirnya dari bibirku. “Di kamar” katanya dengan suara parau. Tanda dia sudah benar-benar terangsang dan ingin segera menuntaskannya dengan berhubungan badan denganku. Aku yang sudah bernafsu juga kemudian berjalan mengikuti langkah pria itu pergi dan masuk ke dalam kamar yang letaknya di belakan, sepertinya kamar utama rumah itu. Tidak ada AC disana, hanya sebuah kipas angin besar yang menempel di dinding yang langsung dihidupkan lelaki itu setelah menutup kamar.
Aku kemudian mulai melepas pakaianku ketika lelaki itu melepas seragam kantornya. Aksiku terhenti ketika di tubuhku hanya menyisakan bra dan CD hitam yang kontras dengan warna kulitku. Pandanganku tertuju pada bagian bawah perut yang agak buncit dari lelaki itu. Ada tonjolan besar di dalam boxer biru tuanya seakan ingin meloncat. Dan benar saja, ketika lelaki itu melepas satu-satunya kain yang tersisa yang menutup tubuhnya, penisnya yang berwarna coklat tua itu langsung terlihat berdiri sempurna, ukurannya yang gila, tampak kurang lebih sama seperti punya pak Zen dulu, tapi yang ini sudah dikhitan alias tidak ada kulupnya.
Aku lalu melepas CD dan Bra ku sehingga akupun juga telanjang bulat. Lelaki itu kemudian mendekatiku dan langsung menghisap putting susuku gantian kanan dan kiri sambil meremasnya.. “SSSttttsss….” Aku merintih keenakan, tapi kubiarkan lelaki itu melakukan aksinya. Ia lalu menjilat leherku. “Ohhhh… kamu cantik sekali…. Ooohhh” racaunya yang semakin membuatku bergairah. Tangan kananku meraih batang kemaluannya dan mengelusnya pelan. Aku yang sudah tak tahan, akhirnya kemudian jongkok untuk menghisap penisnya. Lelaki itu mengerang keenakan dengan permainan oralku.
Lelaki itu kemudian menarik tubuhnya ke belakang dan mengangkat tubuhku yang jongkok di depannya. Aku pun merebahkan tubuhku di ranjang. Ingin segera permainan inti dimulai. Lelaki itu sepertinya masih ingin bermain-main denganku. Ia lalu menjilati vaginaku yang sebenarnya sudah basah kuyup. “Masukin mass… dah basah kok…. Ohhhh” rengekku tapi tidak diindahkannya. Ia terus melahap bagian kewanitaanku dengan mulut dan lidahnya. Lelaki itu kemudian berdiri dan mengarahkan penisnya ke liang kewanitaanku. Aku pun membuka lebar-lebar kedua kakiku untuk memudahkannya. “Oooooohhhhhh….” Suara dari mulut kami ketika batang kemaluannya masuk perlahan dan liang vaginaku. “Aduuuhhh… gila enak sekali mas…ooochhhh” jeritku.
Ia kemudian mulai menyodok-nyodokannya. Tak sampai lima menit aku pun merasakan akan mencapai puncak kenikmatanku. Kulihat lelaki itu pun demikian. Ia semakin mempercepat gerakannya. Tak lama kemudian kami pun hampir bersamaan meraih orgasme. Dan momen seperti itu memang langka dan sangat nikmat sekali ketika berhasil meraih puncak kenikmatan bersama-sama.
Lelaki itu kemudian duduk di tepi ranjang pas di sebelahku. Aku pun bangkit dan kemudian duduk agar sperma lelaki itu cepat keluar dari tubuhku. Kulihat penis lelaki itu yang sudah agak turun. Aku lalu kembali mengulum penisnya agar kembali mengeras. Usahaku pun berhasil dan tidak membutuhkan waktu lama. Kemudian ronde kedua pun dimulai dimana dia dapat membawaku mencapai orgasme beberapa kali sebelum dia akhirnya menyemprotkan air maninya untuk yang kedua kalinya di dalam rahimku.
Kami lalu sama-sama berbaring berdampingan dengan tubuh bermandikan keringat sambil mengatur nafas kami yang ngos-ngosan. “Akhirnya jadi kenyataan bu” gumam lelaki itu. “Apanya mas?” tanyaku. “Iya saya sering bayangin ini” lanjutnya yang membuatku tersenyum. “Lho kok bisa?” tanyaku. Ia lalu menceritakan kalau setelah kejadian ia menemukan fotoku di hp nya anaknya, androidnya Irfan dia kloning, jadi semua wa yang masuk, juga masuk ke hp lelaki itu. “Kamu nggak percaya?” ia lalu bangkit dan mengambil gadgetnya. Dan ternyata benar, di dalamnya banyak sekali fotoku. “Ihhh… tapi enak mana mas, yang asli apa yang di bayangan?” tanyaku. “Ya yang asli lah” jawabnya.
Kemudian kami dikagetkan dengan suara gembok pagar yang akan dibuka. “Siapa mas??” tanyaku dengan panik. Ia lalu membuka aplikasi hp nya dan melihat cctv rumahnya. “Irfan sama Doni datang” kata lelaki itu. “Hah Irfan sama Doni???” tanyaku seakan tidak percaya dan semakin membuat panik keadaan.
ليست هناك تعليقات for "𝐃𝐞𝐦𝐢 𝐀𝐥𝐚𝐬𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐄𝐩𝐢𝐬𝐨𝐝𝐞 𝟐𝟖"
إرسال تعليق